SayaAjarkan – Sebelum membahas Quantumania, mari kita apresiasi bahwa 14 tahun sudah Marvel Cinematic Universe (MCU) mendominasi layar bioskop di hampir seluruh dunia.
Setidaknya 30 film telah lahir di jagat ini, dan belum ada tanda-tanda bahwa franchise ini akan berakhir.
Hal tersebut nampak dari rilisnya fase kelima dari MCU, yang dibuka dengan instalasi pertamanya, Ant-Man and the Wasp: Quantumania.
Pada instalasi ini, Jeff Loveness yang kita kenal sebagai aktor, produser, dan penulis naskah untuk serial animasi Rick and Morty, terpilih untuk membuat naskahnya. Sementara bangku sutradara masih dipegang oleh Peyton Reed.
Film ketiga Ant-Man ini juga digadang-gadang akan menjadi gerbang dari ancaman musuh baru yang lebih mengerikan dari villain-villain sebelumnya. Tak percaya? Lihat saja trailernya di mana Ant-Man sekeluarga harus terjebak di alam kuantum, dan berhadapan dengan Kang the Conqueror, sang musuh baru tersebut.
Sinopsis Ant-Man and the Wasp: Quantumania
Permasalahan utama Ant-Man and the Wasp: Quantumania bermula ketika putri dari Scott Lang (Ant-Man), Cassie Lang membuat alat yang bisa melakukan kontak dengan alam kuantum, dimensi mikroskopis di mana semua konsep ruang dan waktu menjadi tidak relevan.
Sinyal yang dikirim oleh Cassie ke alam kuantum lantas mendapatkan balasan, dan menarik kesemua keluarga Ant-Man ke alam tersebut.
Di sana, mereka menghadapi situasi yang cukup genting, termasuk dominasi Kang the Conqueror yang pelan-pelan mengancam nyawa mereka.
PERINGATAN SPOILER: Lanjutan artikel ini mengandung inti akhir dari cerita Quantumania. Hentikan membaca apabila belum menonton filmnya.
Gagal Menggebrak
Sayang sekali. Film yang harusnya menjadi penggebrak di fase 5 justru tampil melempem dengan plot sekadarnya, serta penyelesaian cerita yang terburu-buru.
Kang The Conqueror pun cenderung gagal memperlihatkan kengeriannya dengan maksimal. Sehingga tingkat ancamannya jadi kurang berasa untuk menjadi musuh utama di sekuel Avengers beberapa tahun mendatang.
Kasarannya, jika memang seberbahaya itu, Kang seharusnya mampu memberi kehancuran berat pada Ant-Man. Seperti yang Thanos perbuat pada rakyat Thor di awal kemunculannya.
Namun, entah kenapa, Ant-Man justru malah menang di sini. Dan Kang kalah dengan cara yang cenderung konyol, sehingga tingkat ancamannya jadi sama sekali tidak berbekas ke penontonnya.
Selain itu, kalau melihat deretan film terbaru MCU, ada keresahan tersendiri terkait tingkat keseriusannya.
Sebagai contoh, coba ingat di masa-masa awal MCU, bagaimana kita dibuat kagum oleh kejeniusan Tony Stark (Iron Man) dan ayahnya dalam hal teknologi.
Kini, semua itu jadi tak ada artinya lagi setelah anak-anak kuliahan, bisa menyamai kemampuan mereka dengan mudah.
Lihat saja Riri Williams yang bisa dengan mudahnya membuat Iron Heart, dengan teknologi yang nyaris setara Iron Man di film Wakanda Forever. Atau, Cassie Lang di film ini, yang seolah tanpa kesulitan membuat alat untuk menghubungkan dunia dengan alam kuantum. Sebuah hal yang mungkin akan sulit dikerjakan oleh profesor sekalipun.
Tetap Menyenangkan Kok untuk Ditonton!
Di luar itu, Ant-Man sebenarnya adalah tontongan ringan yang menyenangkan untuk ditonton di akhir pekan.
Hanya saja, setelah tersuntik standar yang cukup tinggi oleh instalasi macam Endgame atau No Way Home, wajar jika pecinta MCU lantas haus tontonan yang kualitasnya minimal bisa menyamai dua film itu. Terutama setelah beberapa filmnya terseok-seok di fase keempat.
Ant-Man and the Wasp: Quantumania dibintangi oleh Paul Rudd sebagai Scott Lang. Evangeline Lily sebagai Hope Van Dyne. Kathryn Newton sebagai Cassie Lang. Michelle Pfeiffer sebagai Janet Van Dyne. Michael Douglas sebagai Hank Pym, dan Jonathan Majors sebagai Kang the Conqueror.
Film ini sekarang sedang tayang di bioskop.
