Sayaajarkan – Bila sakit, kita minum obat. Ada obat untuk gejala flu dan batuk, obat sakit kepala, dan berbagai macam obat lagi untuk berbagai jenis penyakit. Namun, pernahkah kamu bertanya bagaimana hikayat dari obat yang kita telan?
Semula, obat didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang dapat memodifikasi efek fisiologis (kerja system organ) tubuh. Misalnya, meningkatkan atau mengurangi kontraksi (kerja) otot jantung, mengurangi produksi air liur dll. Ada juga obat untuk memperkuat atau memperlemah konstraksi jantung.
Namun kini, obat tidak hanya memodifikasi efek yang sudah ada dalam tubuh, tapi juga menciptakan efek yang belum atau sudah ada dalam tubuh. Misalnya, rekayasa genetika pada orang yang tidak bisa memproduksi insulin. Dengan cara modifikasi itulah obat dapat memberikan kesembuhan atau hasil yang diharapkan.
Obat dapat bekerja mengatasi gejala penyakit (simtomatik) seperti pemberian parasetamol untuk demam. Atau memberi antibiotik seperti kloramfenikol untuk penyakit infeksi seperti tifus yang disebabkan kuman salmonella.
Hikayat Obat: Berawal dari pepohonan
Secara sederhana, terdapat dua jenis obat, tradisional dan modern yang dikembangkan secara teknologi. Obat tradisional berasal dari alam, sudah digunakan turun-temurun. Banyak juga obat modern saat ini yang berasal dari obat tradisional. Misalnya kina yang dipakai sebagai obat malaria, dahulu diambil dari pohon kina dan telah turun-temurun digunakan suku Indian sebagai obat anti-malaria. Setelah diteliti, ternyata kulit pohon itu memiliki zat aktif yang disebut kinin yang menyembuhkan malaria.
Contoh lain, obat digitalis, salah satu obat penyakit jantung, yang berasal dari tanaman foxglove, efedrin (obat untuk hidung terhumbat) dari tanaman artemisa annua. Obat modern yang dikembangkan secara teknologi mengalami proses yang rumit dan panjang.
Obat tersebut dicoba berkali-kali. Uji awal pre-klinis biasanya dilakukan secara in-vitro. Yang artinya eksperimen dilakukan di luar organism atau makhluk hidup, misalnya dengan cawan petri atau tabung reaksi.

Uji Pre-Klinis dan Uji Klinis
Untuk dapat digunakan oleh manusia, obat harus diuji kembali berkali-kali. Pengujiannya pun bertahap. Setelah uji pre-klinis diuji klinis. Uji pre-klinis dilakukan untuk mengetahui keamanannya, efektivitasnya, jalur metabolismenya di dalam tubuh, seta toksisitasnya. Uji pre-klinis ini dilakukan pada hewan percobaan.
Setelah uji pre-klinis selesai, maka dilanjutkan dengan uji klinis pada manusia. Uji klinis tersebut terdiri dari 4 tahap. Tahap-tahap itu adalah:
Tahap pertama
Tahap ini menguji keamanan obat pada sejumlah orang sehat (sekitar 6-12 orang).
Tahap kedua
Menyelidiki efektivitas serta keamanannya pada belasan orang sakit.
Tahap ketiga
Tahap ini merupakan tahap uji klinis yang dilakukan pada ratusan bahkan ribuan pasien yang sakit.
Tahap keempat
Pada tahap ini obat sudah disetujui dan dipasarkan. Di tahapan ini pula disebut post-marketing surveillance atau pengamatan pasca-pemasaran, yakni memonitor keamanan dan efektivitas jangka panjang obat lebih lanjut. Tahap ini biasanya berlangsung lama, 5-10 tahun.
Untuk mengembangkan satu macam obat dibutuhkan waktu puluhan tahun. Obat-obat illegal tentu saja tak melalui proses panjang itu sehingga efektivitas dan keamanannya tak dijamin.
Hikayat Obat: Perjalanan dalam tubuh
Obat dikonsumsi dengan beragam cara. Ada yang diminum (oral), disuntik, dimasukkan langsung ke dalam tubuh seperti lewat anus atau vagina. Di dalam tubuh, obat mengalami berbagai proses perubahan. Obat yang diminum masuk lewat saluran cerna.
Di lambung, obat akan terpapar dengan asam lambung dan mengalami perubahan, sampai pada akhirnya diserap usus halus dan masuk pembuluh darah, kemudian diangkut ke dalam hati melalui pembuluh darah balik porta (vena porta).
Di hati, obat yang sudah terurai akan mengalami metebolisme lebih lanjut. Hati memang tempat utama metabolism obat sehingga sering disebut organ detoksifikasi terbesar dalam tubuh. Proses di hati biasanya mengakibatkan dihasilkannya metabolit (hasil metabolisme) yang tidak aktif.
Perubahan yang dialami obat juga menyebabkan obat melepaskan zat aktif. Zat aktif obat itulah yang sebenarnya diharapkan dapat memberikan efek penyembuhan. Jumlah zat aktif yang beredar dalam tubuh ditentukan oleh metabolismenya di dalam hati.
Perjalanan obat dalam tubuh tidak berhenti di situ. Metabolit-metabolit tersebut akan terus diproses sampai pada akhirnya dikeluarkan melalui kotoran (feses) dan urin.

Reaksi alergi obat
Hakikatnya, obat adalah benda asing. Ketika masuk ke dalam tubuh, bisa muncul beragam reaksi. Ada yang penyakitnya jadi sembuh, ada pula yang menimbulkan reaksi alergi.
Reaksi alergi obat yang ringan berupa gejala seperti gatal-gatal atau biduran. Reaksi alergi obat tingkat ringan berupa pembengkakan. Sedangkan yang berat contohnya gelaja sindrom steven johnson atau syok anafilatik.
Alergi pada obat tidak dapat ditebak atau diramalkan. Tes kulit pun yang dahulu dianggap efektif memprediksi reaksi alergi ternyata tak efektif lagi. Meski tes tersebut masih dilakukan di rumah sakit, penting sekali bagi pasien untuk menginformasikan jika ada reaksi tertentu setelah menggunakan obat-obatan, agar dokter tak memberi obat itu lagi.
Itulah sekelumit hikayat obat yang mungkin kamu belum tahu. Kalau kamu sedang kurang sehat dan harus minum obat, kami ucapkan semoga lekas sembuh. (Ahmad Haidar/sumber: Dokter Kita, Agustus 2009)
