SayaAjarkan – Sudah hampir sebulan lamanya, penyerangan Rusia terhadap Ukraina terjadi. Konflik Rusia Ukraina ini tentunya menimbulkan penderitaan besar, termasuk korban jiwa.
Sejumlah pihak melakukan berbagai upaya untuk menghentikan perang ini. Negosiasi pun berulang kali berlangsung, meski hingga saat ini belum benar-benar mendapat titik terang.
Lalu, sebenarnya apa yang membuat perang ini terjadi? Mari kita bahas garis besarnya bersama-sama.
Uni Soviet
Membahas Rusia Ukraina rasanya tak lengkap apabila kita belum menyinggung soal Uni Soviet.
Union of Soviet Socialist Republics (USSR) atau populer dengan nama Uni Soviet, merupakan salah satu kekuatan politik, militer, dan ekonomi terbesar di dunia pada abad ke-20.
Negara sosialis ini awalnya merupakan konfederasi negara bagian Rusia, Belarus, Ukraina, dan Georgia, Azerbaijan, dan Armenia modern, yang terjadi setelah adanya revolusi Rusia pada 1917.
Uni Soviet kemudian makin berkembang menjadi 15 negara, yakni Rusia, Ukraina, Belarus, Uzbekistan, Kazakhstan, Georgia, Azerbaijan, Lithuania, Estonia, Moldova, Latvia, Kirgistan, Tajikistan, Armenia, dan Turkmenistan.
Dengan kata lain, Uni Soviet merupakan sebuah gabungan dari 15 negara yang diperintah oleh satu pemerintahan dengan sistem komunis.
Dalam perjalanannya, Uni Soviet terlibat perang dingin dengan Dunia Barat. Amerika Serikat selaku pemimpin dunia barat membentuk aliansi militer NATO pada tahun 1949, sedangkan Uni Soviet juga sempat membentuk Pakta Warsawa pada tahun 1955.
Kenapa disebut perang dingin? Ya, itu karena kedua belah pihak tidak pernah terlibat dalam aksi militer secara langsung, namun masing-masing memiliki senjata nuklir yang dapat menyebabkan kehancuran besar.
Sejarah mencatat, perang dingin berlangsung lumayan lama. Uni Soviet sendiri pada akhirnya menyatakan bubar pada 26 Desember 1991.
Kekesalan Rusia terhadap kedekatan Ukraina dengan NATO
Seperti kita tahu, Presiden Rusia, Vladimir Putin melihat perpecahan Uni Soviet sebagai mimpi buruk. Terlebih ketika dia melihat bagaimana negara-negara dekat Rusia seiring waktu mulai bergabung dengan NATO.
Ukraina, perlahan-lahan juga menunjukkan kedekatan terhadap NATO. Ini terlihat dari sebagian penduduk Ukraina, yang mulai ingin memihak barat.
Bahkan, ketika Presiden Rusia Viktor Yanukovych (periode 2010-2014) memilih menjauh dari barat, rakyat ukraina mengadakan unjuk rasa besar-besaran hingga akhirnya Viktor Yanukovych dipecat oleh parlemen pada 21 Februari 2014.
Pada bulan Maret 2014, seiring dengan tersingkirnya presiden pro-Rusia Viktor Yanukovych pada Revolusi Ukraina 2014, Pasukan khusus Rusia bersenjata dengan dukungan separatis pro-Rusia menyerbu gedung-gedung utama pemerintah Ukraina, pangkalan militer dan fasilitas telekomunikasi di semenanjung Krimea. Krimea pun akhirnya di-aneksasi oleh Federasi Rusia.
Lima tahun kemudian, tepatnya pada 20 Mei 2019, seseorang berlatar komedian, Volodymyr Zelenskyy berhasil dapat kepercayaan jadi presiden Ukraina.
Di bawah kepimpinannya, Ukraina kembali dekat dengan NATO. Ini tentu membuat Putin tidak nyaman. Apalagi NATO memiliki aturan bahwa jika ada satu anggotanya yang kena serang, maka seluruh anggota lainnya akan ikut berperang.
Pada November 2021, Rusia menggerakan 100 ribu pasukannya ke perbatasan Rusia Ukraina, dan menuntut beberapa permintaan. Di antaranya NATO harus menarik pasukan dan senjata dari negara-negara dekat Rusia, dan tak boleh menambah anggota baru.
Diskusi ini berjalan alot. Hingga puncaknya, Pada 21 Februari 2022, Putin mengakui dua wilayah Ukraina yang memisahkan diri yakni Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka, dan menggerakkan tentaranya ke sana.
Tak lama setelah itu, perang pun terjadi hingga sekarang.
