Sayaajarkan – Seperti yang kita ketahui, orangtua kerap membedakan antara jenis mainan anak laki-laki dengan anak perempuan.
Perempuan identik dengan jenis mainan masak-masakan atau boneka. Sedangkan anak laki-laki identik dengan mobil-mobilan, kereta-keretaan, tembakan dan lainnya. Apakah memang harus demikian?
Setiap Anak akan Memainkan Mainan dengan Caranya Sendiri
Psikolog Anak dan Keluarga, Anna Surti, mengatakan bahwa jenis mainan untuk anak laki-laki dan anak perempuan tidak menjadi masalah jika tidak dibedakan, karena setiap anak kecil akan bermain dengan caranya sendiri.
“Contohnya anak laki-laki kalau mainan boneka, bonekanya akan dilempar-lempar, kalau perempuan kan bonekanya digendong-gendong, disayang-sayang, kalaupun anak laki-laki menggendong dan menyayang boneka jangan lupa anak laki-laki kelak akan jadi ayah yang akan menggendong bayinya, jadi nggak apa-apa juga,” ungkap Anna saat ditemui dalam acara konferensi pers Wonderfest di Lewis & Carroll, Jakarta Selatan, Rabu (10/4).

Mencontoh Peran Ayah-Ibu dalam Keseharian
Lebih lanjut dikatakan, jika orang tua merasa khawatir akan mainan yang membuat anaknya memiliki sifat keperempuanan (pada anak laki-laki) atau kelaki-lakian (pada anak perempuan), maka jangan lupakan contoh-contoh di kehidupan nyata bagaimana peran sang ayah dan ibunya dalam kesehariannya.
“Memang setiap anak dalam dunianya berinteraksi seperti apa, itu sebenarnya yang mengajarkan tentang peran gender,” tandas Anna.
Anna menambahkan, tidak perlu ada pembatasan bermain untuk anak-anak. Sebenarnya, menurut Anna, untuk semua anak apalagi balita harus main permainan yang menunjang fisiknya, seperti melompat-lompat, berlari ataupun memanjat.
“Supaya koordinasi motorik kasarnya terbangun, kalau motorik kasarnya bisa terbangun itu menjadi dasar dari kecerdasan yang lain.” Jika keinginan anak untuk bermain yang memerlukan fisik kita tahan, lanjut Anna, justru dapat mengembangkan macam-macam keluhan di kemudian hari.
“Jadi ajakin anak seperti itu, walaupun nanti pendekatannya akan berbeda, walaupun anak perempuan kita ajak loncat-loncat, mungkin setelah 5 menit loncat-loncat dia mulai suka main yang lebih kalem hal itu akan kelihatan,” ujarnya.
Ia juga menekankan perlunya kondisi lingkungan yang menunjukkan kepada anak terhadap perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan.
“Apalagi kalau ditunjang lingkungannya, bagaimana jadi laki-laki dan perempuan. Jadi nggak perlu takut soal jenis permainan anak,” pungkasnya.
